Minggu, 29 April 2012




Salah Alamat
Jam menunjukkan pukul 10.00, tanda jam istirahat segera tiba. Bel pun berbunyi, semua siswa berhamburan keluar kelas dengan kepentingan masing-masing tak terkecuali Jono, Joni dan Jodi.
Jono, Joni dan Jodi adalah tiga bersahabat. Mereka memulai persahabatan sajak awal masuk SMA, hingga sekarang mendekati kelulusan. Setiap hari mereka selalu bersama, dalam suka mau duka, dalam susah maupun senang, dalam rindu mereka saling mengisi, dalam cinta saling mengerti, dalam benci saling memahami dan dalam “kejahatan” mereka saling berkonsolidasi. Mereka sudah sangat terkenal di sekolah kami. Sayang, bukan karena prestasi akademis maupun non akademis yang membuat mereka terkenal melainkan kejailan-kejailan dan kenakalan-kenakalan yang mereka lakukan dan merisaukan banyak pihak. Sudah banyak teman-teman mereka yang menjadi korban, termasuk aku.
Hari yang tak pernah aku lupakan itu terjadi sekitar satu tahun yang lalu. Kejadian itu terjadi ketika aku sedang makan siang di kantin.
Apa kabar Boy?” sapa Jono yang tiba-tiba muncul di belakangku dan duduk di sampingku.
Ba..baik” jawabku setengah kaget.
Pikiranku melayang jauh, menerka nasib sial yang akan menimpaku.
Wah..enak nih siang-siang makan bakso..hehe” celetuk Joni.
Bagi-bagi dong..hehe” timpal Jodi.
Tanpa ku sadari Joni dan Jodi sudah berada di belakangku.
Perasaanku semakin bercampur aduk, pikiranku melayang-layang menanti nasib buruk yang akan menimpaku. Nakal, jahat, jail, kejam, dan ungkapan-ungkapan lain yang kerap muncul dari korban-korban mereka.
Sana pesan makanan Jon, kita makan di sini saja biar tambah ramai..” celetuk Jono pada Joni.
Ah...aku masih kenyang Jo, kalau kamu lapar pesan sendiri saja.” Jawab Joni.
Aku juga masih kenyang.” timpal Jodi.
Wah...nggak asyik. Ya udah, kita makan nanti saja.” gerutu Jono.
Pikiran-pikiran negatif yang tadi sempat muncul perlahan mulai sirna. Ternyata mereka sama sekali tidak bertindak apapun, batinku.
Yuk kita ke kelas, nggak enak ganggu si Boy lagi makan.” kata Jono sambil beranjak dari sebelahku.
Ayo..!!” jawab Joni
Lain kali kita sambung lagi Boy.” sambung Jodi sambil menepuk punggungku.
Akupun segera melanjukan makan siangku yang sempat tertunda dengan kehadiran mareka. Walaupun sedikit terganggu, aku masih bersyukur tidak terjadi hal buruk yang menimpaku.
Setelah selesai makan siang, akupun beranjak ke kelas karena bel segera berbunyi tanda jam pelajaran berikutnya segera dimulai. Aneh, memdadak aku menjadi pusat perhatian. Hampir semua orang memperhatikanku sambil tersenyum bahkan ada yang tertawa terbahak-bahak. Ada apa ini, batinku. Akupun berusaha tidak mempedulikannnya, tapi semakin lama semakin banyak yang mentertawakanku. Pasti ada yang tidak beres.
Sesampainya di kelas, semua teman-teman sekelasku mentertawakanku, ada jauga yang menggodaku.
Cie..cie..cie..yang lagi jatuh cinta” celetuk salah seorang temanku.
Ihir...ehmm..kalau udah jadi makan-makan ya..” timpal Jono, yang berada di depan pintu bersama Joni dan Jodi.
Aku semakin dibingungkan dengan situasi ini. Kebingunganku semakin memuncak ketika tiba-tiba ada seseorang yang memelukku dari belakang dan mengatakan sesuatu yang sangat tak teduga.
I love you too..Boy..” celetuk Popy.
Sontak semua yang ada di kelas bergemuruh bagaikan paduan suara. Menyuarakan satu kata.
Terima..terima..terima..terima” gemuruh teman-temanku.
Tidak, ini tidak mungkin batinku.
Popy, adalah teman sekelasku. Dia cewek paling aneh yang pernah kutemui di dunia ini. Badannya gendut, kulitnya hitam, pakai katamata tebal, rambutnya ikal tak pernah disisir, pakai kawat gigi, makan favoritnya olahan daging jadi kalau sehabis makan sisa-sisa makanannya nyangkut dikawat giginya, seragam sekolahnya tak pernah disetrika. Dan hobinya yang paling dia sukai adalah tidur ketika pelajaran olahraga dengan alasan yang sama selama 3 tahun, seragam olahraganya sudah tidak muat lagi dan sedang menjahitkan seragam olahraga yang baru.
Aku berusaha untuk meronta, tapi aku kalah tenaga. Maklum, badan Popy yang super jumbo berbanding terbalik dengan badanku yang kurus kering.
Aku jelaskan dulu Pop.” akhirnya kuberanikan untuk bersuara.
Suara gemuruhpun mulai mereda, semua menunggu kata selajutnya yang akan terucap dari mulutku.
Lepaskan dulu pelukanmu Pop.” ucapku.
Dengan berat hati akhirnya Popy melepaskan pelukannya.
Apa yang mendasari kamu mengucapkan I love you too kepadaku?” tanyaku kepada Popy.
Di belakang punggungmu.” jawab Popy.
Aku semakin bingung. Aku benar-benar tidak tahu apa yang dimaksud oleh Popy. Sejenak kulihat teman-teman disekelilingku mulai tertawa kecil.
Di belakang punggungmu ada sesuatu.” ucap Popy memperjelas jawabannya.
Sesuatu?” tanyaku sambil meraba sekitar punggung.
Oh, tidak. Aku baru menyadari kalau di punggungku menempel selembar kertasyang ternyata bertuliskan suatu pernyataan.
Mataku langsung mengarah pada Jono, Joni dan Jodi yang tertawa terbahak-bahak penuh kemenangan. Mereka terlihat sangat puas. Dan aku, sudah tak berdaya lagi saat aku membaca tulisan yang dari tadi menempel di punggungku.
Aku cinta sama Popy.” ucapku pelan.
I love you too..Boy..” celetuk Popy.
Seisi kelaspun kembali bergemuruh. Daripada terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, tanpa berpikir panjang aku langsung lari menyelamatkan diri. Setelah kejadian itu, aku tidak masuk sekolah selama setengah bulan.
Tiga tahun setelah kejadian itu berlalu, membuatku selalu paranoid dengan mereka. Mungkin hal tersebut juga dirasakan oleh sebagian teman-teman yang mendapat nasib yang sama denganku. Para gurupun sudah kehabisan akal dengan perilaku mereka, tidak ada satupun yang bisa menghentikan ulah mereka. Hanyalah do’a yang selalu kami panjatkan agar mereka dapat kembali pada jalan yang benar.
Jono, Joni dan Jodi memang sudah menjelma menjadi momok yang sangat menakutkan bagi seluruh penghuni sekolah. Hampir semua siswa di sekolah kami sudah merasakan kejailan mereka. Kali ini tak tanggung-tanggung, target mereka selajutnya adalah Pak Wawan. Beliau adalah guru honorer yang baru berada disekolah kami selama satu minggu. Walaupun hanya seorang guru honorer beliau selalu mengutamakan kedisplinan. Tidak boleh telat masuk jam pelajarannya, harus memerhatikan pelajaran yang beliau sampaikan, tidak boleh bekerja sama ketika ulangan, dan peraturan-peraturan lain yang bersifat mengikat. Bagi siswa yang pola pikirnya cerdas bisa mengerti maksud dan tujuan dari Pak Wawan tapi bagi yang memiliki pola pikir sebaliknya, mereka merasa kemerdekaan mereka terampas, termasuk Jono, Joni dan Jodi.
Mereka sudah mengatur siasat dan strategi untuk membuat perhitungan dengan Pak Wawan. Aku mengetahui hal tersebut ketika aku berada di toilet. Tanpa sengaja aku mendengar perbincangan mereka.
Pokoknya kita harus buat Wawan tak berani datang ke sekolah kita lagi!” celetuk Jono.
Iya, benar. Si Wawan telah merenggut kemerdekaan kita, dia harus menerima ganjaran yang setimpal.” imbuh Joni.
Kita lihat saja nanti, ideku ini pasti berhasil. Dia pasti akan ditertawakan oleh semua siswa.” timpal Jodi.
Ha..ha..ha..ha..ha..” tawa mereka bersamaan.
Lagi-lagi aku tak bisa berbuat apa-apa, aku hanya berharap tidak terjadi hal buruk yang menimpa Pak Wawan.
Bel masuk tanda jam pelajaran akan segera dimulai lagi pun berbunyi. Kelasku akan diisi oleh Pak Wawan. Hatiku bedetak kencang melihat Pak Wawan memasuki ruang kelasku, apa kiranya yang akan dilakukan Jono, Joni dan Jodi terhadap beliau.
Selamat siang anak-anak.” sapa Pak Wawan.
Silakan keluarkan kertas satu lembar.” sambung Pak Wawan.
Yaaaahhhh...” keluh semua siswa.
Tidak ada yang bekerja sama. Terutama Jono, Joni dan Jodi.” kata Pak Wawan yang belakangan sudah tahu tentang reputasi mereka.
Jono silakan pindah ke belakang, bertukar tempat duduk dengan Toni. Joni tetap duduk disitu saja.” imbuh Pak Wawan.
Bisa kita mulai anak-anak?” kata Pak Wawan.
Bisa..” jawab semua siswa kecuali Jono, Joni dan Jodi yang sudah benci sekali dengan Pak Wawan, apalagi ketika ulangan mereka harus dipisah.
Hayo..kamu lagi ngapain Jodi!” gertak Pak Wawan kepada Jodi yang ketahuan sedang menyelipkan buku catatan dan buku cetaknya di laci meja.
Zaman sekarang mencari orang jujur itu lebih sulit daripada mencari orang cerdas.” kata Pak Wawan.
Jodi, kamu pindah ke depan sini duduknya. Kamu duduk di kursi saya.” imbuh Pak Wawan.
Jodi nampak sudah tidak bisa berkata-kata lagi, dia sudah tida bisa berbuat banyak dan terpaksa mengikuti kemauan Pak Wawan.
Aku melihat segurat kecemasan yang muncul dari wajah Jodi. Apa yang akan terjadi ini, pikirku dalam hati.
Ta..ta..tapi..Pak..” celetuk Jodi panik.
Ayo cepat Jodi! Bapak akan segera memulai ulangannya.” kata Pak Wawan.
Muka Jodi semakin pucat ketika mendekati tempat kursi Pak Wawan. Dia tampak ragu-ragu, entah apa yang ada dibenak Jodi. Dan.. Gedubrak!
Aduh..sakit!” ronta Jodi.
Semua mata tertuju ke depan kelas. Semua mata tertuju pada Jodi.
Ha..ha..ha..ha..ha..” tawa semua siswa kecuali Jono dan Joni yang hanya menutup muka mereka dengan kedua tangannya seolah tahu apa yang akan terjadi tanpa harus melihatnya.
Semua terlihat dengan sangat jelas, Jodi terjatuh dari kursi Pak Wawan yang ternyata tidak kuat menahan tubuh Jodi yang hanya sekitar 40 kg. Aneh. Sepertinya siasat dan strategi yang telah mereka susun dengan sangat matang ternyata....salah alamat.
                                                                                          Mijil Arom Utama/24/04/2012