Senin, 25 Maret 2013


J...?
                Petikan-petikan gitar yang kumainkan terdengar katro. Banyak kunci-kunci balok yang aku salin menjadi kunci-kunci biasa. Maklum, aku memang tidak bisa memainkan kunci balok. Sebuah filosofi muncul secara tiba-tiba ketika candaan seorang teman menusuk kalbu. “Hidup ini seperti bermain gitar. Ketika sulit memainkan kunci balok maka sederhanakanlah dengan kuci biasa. Nikmat itu bukan soal bagaimana tapi soal rasa.”
                Menulis memang job yang cukup menyebalkan bagiku namun setiap malam kucoba paksakan. Tulis, tulis, dan tulis. Sampai kapan akan terbiasa akupun tak tahu. Mungkin sampai lelah ini terasa manis.
                Hari ini, aku kembali pada niat awal melego revi. Jalan kaki dari kos ke kampus ternyata cukup melelahkan. Terima kasih teman, kamu telah menemaniku jalan kaki (untung saja ada seorang teman yang mau menemaniku). Keringatku sampai mengguyur jasmaniku. Semoga saja banyak butiran-butiran lemak yang tersesat dan tak tahu arah jalan pulang.
                Balada pengalaman praktik lapangan di mulai tadi siang. Ternyata menjadi komik itu susahnya minta ampun. Aku saja yang terlalu pede. Sebuah pelajaran berharga yang aku dapat hari ini semoga menjadi batu loncatan esok hari.
                Nice dream! : )

Yk, 25-03-13

Minggu, 24 Maret 2013


SOFA TANPA BUSA
                Rasa kantuk yang ku paksakan semoga tidak berdampak terhadap riwayat penyakit yang sempat membuatku terperangah. Sepertinya begitu banyak angin yang berada di tubuhku, rasanya seperti balon gas. Ingin membumbung tinggi namun tertahan atap kos-kosan. Malam ini langit masih merona namun terdiskriminasi oleh panas yang tak berani menguap. Persis sepertimu.
Ngantuk sekali aku malam ini, sampai-sampai kedipan mataku tak seiring sejalan dengan gelora imajinasi yang kian meletup. Aku masih akan bergerilnya sampai larut malam, berselancar di atas seprei tak berlantai. Kala penyamun-penyamun datang dan mulai menggodaku untuk terlibat dalam kongkalikong, ku putuskan untuk rolling posisi. Pindah di atas sofa bertumpuk jerami. Sambil meraba duri yang terselip diantara satu atau dua tumpukannya.
Tanpa kusadari tetesan-tetesan air merah bercampur dengan peluh mulai terasa perih. Jari tanganku mulai tergores lalu ku balut dengan dengan plastik bekas bungkus tempe. Sedikit perih memang, tapi ku tahan dan lama-kelamaan rasa ini menjadi biasa saja.
Di atas sofa aku mulai menikmati secangkir kopi ditemani lagu kesayangan, mencoba membaur dengan malam. Kantuk yang mulai tertahan, memberiku kesempatan untuk membandingkanmu. Aku perhatikan satu demi satu slide pose-pose yang kau kirimkan ke aku. Hmm.. That’s bad job!
Kesalahanku terbayar ketika rasa kantuk ini kembali menggerayahi. Mencoba menggagahi alam bawah sadarku. Jelas ini sebuah pelecehan psikologis! Tapi aku mau mengadu kemana?
Alon-alon asal kelakon, jejak kakiku mulai beranjak. Bukan gelar yang aku cari, melainkan sebuah paradigma terhadap mosi tidak percaya. Tahun ini sungguh terasa aneh bagiku. Aku memilih jalan yang berbeda dari biasanya walau naluriku berkata lain. Aku tidak peduli.
Aku tetap banderol dirimu persis seperti nomor urut presentasiku. Tidak boleh kurang, syukur bisa lebih. Reviku yang tomboi, terima kasih atas kesetiaanmu kepadaku selama ini. Aku tahu, aku salah. Aku tahu, kamu kecewa. Tapi kamu juga harus tahu, ekspektasiku berbanding terbalik dengan kapasitasmu. Reviku yang tercinta, selamat jalan. Semoga kau mendapatkan Tuan yang lebih baik daripada aku. Maafkan aku kawan. All of about you always stay in my heart. Aku berharap memimpikanmu malam ini.

Yk, 24-03-13
                

Sabtu, 23 Maret 2013


JALAN DIATAS LAYANG-LAYANG
                Hari ini, lagu Netral tak berkumandang begitu lama. Tak begitu terdengar malahan. Haha. Seperti salah satu tradegi puisi SCB. Representasi nyata dari kekurangan makhluk hidup ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Hanya lagu Bang Iwan yang terdengar begitu menderu, mengingatkan kembali memori beberapa tahun silam. Saat aku berjibaku di mulut gawang penyamun.
                Lagu yang hits gara-gara iklan yang sukses meracuni otak temanku ini seolah mengilhami malam ini, selaras dengan Stand up Comedy yang membuat perasaanku terengah-engah.  Walau menjadi antiklimaks dari beberapa hari lalu, sujud syukur tetap ku persembahkan kepadaMu. Setidaknya doa-doaku mulai terlihat hasilnya. Thank’s God!
                Hawa panas bercuaca mulai akrab denganku, dengan sedikit sontekan manis di depan gawang dunia menjadi tak selebar daun kelor. Telingaku memang tak sesensitif Mozart namun anganku berani terkembang di atas jembatan layang. Kata-kata tak wajar nan saklek membuka mata seorang pejantan menggoda betina. Perlahan-lahan aku berlumur liur anjing. Pelan tapi pasti, fenomena sosial yang jarang terjamah tangan makhlukMu kucoba pelajari.
                Studi di dunia ini tak berarti kita menghilangkan seluruh ikan di kolam yang telah lama kita pelihara. Banyak dari mereka yang salah kaprah. Mencatut kamar-kamar atasnama akademik di dalam rumah yang bermuatan tambang emas dan batu bara. Aku tak mau seperti mereka, diterjang tipu daya yang nyata. Lupa akan kodrat kita hidup di dunia. Tapi berpikir keras untuk menyiasati itu semua masih kalah dengan program degradasi lemak dalam jasmaniku.
                Dipenghujung hari menjelang tahun baru yang akan kusandang banyak fenomena-fenomena berharga yang dapat aku curi. Kecuekan yang sering muncul segera disulap menjadi sebuah senjata yang memetikan untuk menghancurkan musuh terbesarku. Kencangnya angin malam ini, tak membuatku terbangun dalam kesesatan yang abadi. Kakiku akan terus melangkah di atas jalanku sendiri. Mengejar mimpi yang kemarin melayang.

Kamis, 21 Maret 2013


Anganku Tak Mau Menari
            Letupan-letupan keringat tak mampu menghalangi untuk kembali membongkar ingatanku tehadap dirimu. Berbekal 2 lembar cerpen lawas karya Putu Wijaya, aku rasa memori-memori itu bertamu lagi. Aku tak mampu menyembunyikan rasa getir padamu, terlalu lama waktu yang telah terbuang sia-sia dalam fase yang sedang kita jalani. My standing foot just stay in here, and you?
            Masih terekam jelas di dalam otakku, apa yang telah kamu sampaikan padaku kala itu. Kamu yang mengajariku untuk menjauhi si jambu (tanpa L) tapi kamu sendiri malah bermain api dengannya. Disitukah nilai-nilai keadilan yang kamu gembar-gemborkan selama ini. Seiring berjalannya waktu, aku memaksakan diri menjadi sobirin. Lama, lama sekali. Seperti biasa, kamu tahu itu. Apa yang kiranya aku lakukan. Harusnya kamu tahu, apakah aku masih terlihat asing bagimu?
            Kemarin temanku bilang kalau aku seperti orang ‘jatuh’. Katanya sambil tertawa. Walaupun santai, aku tetap menanggapi serius. Aku memang seperti orang itu. Jauh seperti aku yang dulu. Kamu tidak tahu itu, yang kamu tahu hanya sepersekian mili dariku. Jujur, kehadiranmu mulai membebaniku. Apa kamu tidak sadar?
            Berita terkini, teman sekosku baru di sms intel. Parah, seperti selancarku barusan. Aku memang sudah lama tertarik menggeluti dunia intelejen. Hanya untuk sekadar tahu ikan-ikan di kolammu. Setelah aku tahu, dan kamu juga tahu. Lalu, kamu mau pergi dariku?
            Seperti tarian jari ini yang mulai lunglai seiring sunyinya malam. Twitt mu perlahan membuka kartu demi kartu yang seolah-olah tersusun kembali di kala abu-abu masih membalutku. Aku ingin tertawa sebenarnya namun tertahan oleh sedikit rasa kecewa. Anganku terbang entah kemana, mungkin tertaut dalam mimpi setelah ini. Aku tak tahu. Parahiangan mungkin terlalu ramah bagi kalian, kemuliaan untuk berbagi kepada sesama manusia layak untuk menyatukan suapan nasi kalian. Dan aku, pasti akan terus berjalan menyusuri pijakan-pijakan takdir ilahi. Salam hangat untuk kalian. Setiap manusia memang diciptakan berbeda-beda, aku diciptakan bukan sebagai pejantan yang lihai memikat betina. Diamku, suatu saat kamu akan tahu maksud di balik semua itu. Jika kamu mau.
               
Yk, 22-03-13