Selasa, 30 April 2013


ROMANSA RETORIKA
                Bingkai-bingkai nafas kehidupan mulai terasa di ujung hari-hari ini. Aku pernah berujar jika bulan ini aku siap dibully. And..that’s true! Aku benar-benar merasakannya, hanya sepercik. Namun cukup berasa.
                Aku mencoba memahami apa yang mereka tangkap dari jejak-jejak langkah kecilku. Pelan tapi pasti aku mulai merangkai nada-nada sumbang yang mulai mengintervensi.  Kalian pikir aku tergoda? Sama sekali tidak.
                Banyak yang menyangka aku masih mencari ikan-ikan di kolamnya. Nyatanya, kalian tidak tahu bagaimana versi yang sebenarnya. Hanya mendengar dari salah satu sisi tanpa memandang betapa erotisnya teori kompartif. Akhirnya, malah kalian sendiri yang terjerembab dalam fitnah yang akan terbawa sampai mati.
                Aku bukanlah lembu, yang terjun ke lubang yang sama. Pengalaman dan nurani membimbingku untuk berjalan melawan arah mata angin. Walau badai terus kau tiupkan dari berbagai media sosial. Aku tak peduli. Kamu kan intim dengannya, sedangkan aku?
                Terlalu lama berperan menjadi tokoh antagonis dalam cerita imajinasimu. Sejak pertama kita bertemu. Dari awal kita berbagi dunia, sampai aku sudah tahu kemana arah langkahmu.
                Rasanya, aku sudah benar-benar siap untuk mendistribusikan rasa laparku terhadap jalan yang benar. Nyaman tanpa tekanan maupun kekangan. Lurus tanpa belokan yang kadang mematikan. Netral, tanpa memihak siapapun kecuali kebenaran!
                Tuhan, maafkanlah mereka. Karena tidak tahu apa yang mereka rasakan.

Jumat, 12 April 2013


SERPIHAN ASBES
                Pagi buta hujan mengguyur negeri  mataram. Setelah salat subuh mataku kembali terpejam. Janji yang dibuat seolah samar dibalik dinginnya kabut. Kerja bakti hari ini batal, pikirku. Terlelap jauh menembus batas imaji, menyatu bersama tetesan-tetesan penuh ketentraman. Nampaknya aku sangat menikmati tanpa memikirkan dosa yang membayangi. “Dok..dok..dok..” pintu kamarku ada yang mengetuk.
                Kubuka pintu kamarku, ternyata si pemilik FU yang mengetuk. Samar terdengar suara gesekan antara sapu lidi dan halaman. Sudah ada yang menyapu rupanya. Hujan sudah reda, tetua kos-kosan terlihat sedang mengepel gazebo. Mati aku. Aku melanggar janji. Mayoritas anak-anak kos sudah bangun. Tanpa basa-basi, aku langsung sikat problem di dapur. Set..set..thek..less.. Kelar.
                Setidaknya lumayan untuk mengembalikan nama baikku. Sudah kubayangkan rencana matang membeli cemilan untuk anak-anak, sembari membersihkan meja di depan kamar. Sesaat aku dengar percakapan antara dua anak manusia di atasku. Jelas namun kurang terang. Aku tetap fokus pada meja. Tiba-tiba terdengar benturan yang keras di atas kepalaku. Aku langsung menyelamatkan diri sembari mengamankan kepalaku dengan tangan. Terlihat jelas pemuda bercelana biru muda tersangkut di antara asbes dan saka. Kuamati betul-betul. Aku sempat mendekat, ternyata dia terbangun dan menimbulkan pecahan-pecahan asbes kembali berjatuhan. Aku kembali menghindar, untunglah dia tidak jatuh. Pagi yang gila!
                

Kamis, 11 April 2013


ADA YANG (TIDAK) BERBEDA
                Bulan ini aku mengalami proses pendewasaan yang cukup lebat. Seharusnya aku sadari itu, namun sepertinya aku terlambat merespon. Keterlambatan merespon sesuatu yang sering aku lihat di pertandingan sepak bola berakibat pada terciptanya blunder yang menyebabkan kekalahan. Dan aku tidak ingin itu terjadi. Aku ingin menjauh dari adegan-adegan seperti itu.
                Jauh mata memandang, tersirat sepercik cahaya sentosa. Memancar vertikal. Aku berada di tengahnya. Katalis yang tepat untuk beban berat yang menumpuk di pundak ini. Aku ingin belajar menjadi reaktor yang santun. Bukan yang hanya mengatasnamakan kepentingan rakyat atau yang lebih parah mengatasnamakan agama. Aku tidak mau. Negara ini tidak membutuhkan nuklir untuk menghancurkan kenestapaan.
                Terang sinar rembulan tidak lagi elok di mataku. Karena setiap malam yang aku lewati ternyata tidak pernah ada yang berbekas. Semua lepas bersama terbitnya fajar. Terpejam bersama gelapnya malam. Terbang bersama angan, seperti layang-layang. Gemercik air hujan belum terdengar malam ini. Yang kudengar hanya  tetesan-tetesan air bak yang membanjiri lantai kamar mandi. Hanya lagu-lagu galau yang berkumandang setiap malam di sini. Parah. Studio galau yang sempat tertidur, kini bangun (lagi).
                Sebenarnya sudah banyak rencana matang yang akan aku jalani, namun masih terganjal oleh birokrasi dan materi. Jujur, aku sangat kehilangan revi. Bulan ini masih sama dengan bulan-bulan sebelumnya. Penuh dengan warna-warni lampu bangjo. Berlika-liku seperti jalan tol Cipularang. Dan bertekstur seperti gorengan di angkringan Pak 2152215. Tanpa revi disisiku.
                Bulan depan, sudah kuprediksi jika nikmatnya aroma bullying akan mulai menerpaku beberapa hari kedepan. Sudah ada yang menjadi aktris, kemarin. Sayang, aku sudah siap mental. Tegas kukatakan. Bulan ini aku siap dibully.
                               
                

Rabu, 10 April 2013


Tok..tok..tok.. (Bahasa Verbal yang Disamarkan)
                Aku teringat pada kata-kata seseorang yang aku dengar beberapa hari yang lalu bahwa di dunia ini terlalu banyak hal unik yang tak terekam oleh kita. Setelah aku pikir..pikir..dan pikir lagi. Aku ingat-ingat, ternyata memang sudah banyak hal yang terlewatkan selama hidupku di dunia ini. Satu hal yang paling ‘telak’ aku lewatkan yaitu kode. Atau sederhananya, sesuatu yang disampaikan secara disamarkan. Contoh konkretnya, misal Andi bertanya padaku. “Gimana kabar?” lalu aku jawab tidak dengan ucapan. Tapi dengan mengacungkan jempol. Artinya baik. Sehat. Aman. Terkendali. *^.
                Aku pernah bilang, jika aku suka dunia intelejen. Jadi jangan salahkan jika banyak sms-sms di inbox teman-temanku yang sering aku sadap. (Jail level awas!). Entah rasa ingin tahuku yang terlalu tinggi atau ekspektasi terhadap sesuatu yang membayangiku terlalu besar. Sampai saat ini pun aku tak tahu apa penyebabnya. Yang jelas, aku ingin, jika mereka hanya mengetahui telur ulat itu di balik daun. Aku bilang dengan tegas jika ulat tidak bertelur!
                Aku sudah lama tidak berjumpa dengan teman-teman ‘di luar’ sana. Dua tahun terakhir, kuhabiskan dengan menjelajah lorong-lorong sempit berminoritas. Butuh nyali dan materi yang banyak untuk menyalurkan hobiku itu. Walau banyak yang menganggap sebelah mata, toh aku masih punya teman untuk berpetualang. Sudah banyak kode-kode yang aku cerai beraikan. Namun, aku rasa itu masih sebagian kecil.
                Setiap hari aku dicekoki dengan bunyi-bunyi khas perkampungan kota. Tercium sedikit kebisingan dalam laju interaksi sosial masyarakat di sini. Aku sudah mencoba mencari beberapa narasumber dari dulu. Namun, rasanya info yang aku dapat belum memuaskan. Aku masih harus berni mendobrak benteng-benteng tangguh di sekitarku. Aku yakin kode itu ada di sana. Pelan tapi pasti, waktu terus merambat. Dunia yang aku geluti memang tanpa basa-basi.
               

Selasa, 09 April 2013

Vacum is Power
            Setelah beberapa hari tertahan, akhirnya hari ini aku menari lagi. Cenderung horizontal seperti biasanya. Malam masih menjadi teman yang setia. Helm biru yang tergantung di vario putih menjadi saksi betapa nakalnya aku. Hahaha, sori boss.. Kamu aku kerjain lagi.
            Seorang teman yang aku kerjain hari ini memang sudah menjadi ‘langgananku’. Kerap kali menjadi bulan-bulananku. Di kampus, kos, sampai di rumahku. “Wih..wih..wih..sakit tenan kowe re!” Paling hanya kalimat itu yang keluar dari mulut polosnya jika tahu akulah biang kerok dari peristiwa-peristiwa konyolnya. Termasuk mungkin malam ini. Helmnya yang tertinggal di kosku aku sembunyikan. Wkwkwk.
            Sudah banyak kejadian-kejadian konyol yang pernah kita lewati bersama. Pernah suatu ketika kami berboncengan menuju Godean kemudian pulang dan terjebak hujan di timur pasar Godean. Menjelang maghrib, hujan reda. Kami melanjutkan perjalanan tiba-tiba motor yang kami tumpangi mati. Aku langsung mendakwa jika kerusakan ada pada busi, lalu kami dorong ke bengkel terdekat yang jaraknya beberapa kilo. Setelah diganti busi, tidak mau hidup juga. Tungkang bengkel itu lalu memeriksa lagi seluruh bagian motor, dari mesin, karburator, filter sampai cdi. Usut punya usut, motor kami mati hanya karena kehabisan bensin. Sakit.
            Pernah juga ketika kami berpetualangan di kota asal Pak Jokowi. Aku berusaha mati-matian mencari alamat kontrakan teman SMPku. Karena baru pernah masuk kota itu, kami lalu hanya sekadar spekulasi mencari jalan. Hari itu kebetulan ada pertandingan di stadion Manahan. Banyak sekali pasoepati yang berkeliaran di jalan. Tanpa di sadari kamipun malah tersesat di antara pemukiman warga. Aku lalu berpendapat bagaiman jika kita mengikuti salah satu rombongan pasoepati agar bisa keluar ke jalan protokol. Setelah mengikuti mereka, ternyata satu persatu memencar. Akhirnya kami hanya mengikuti satu sepeda motor yang paling depan. Dengan PeDenya kami ikuti terus, tapi lama kelamaan aneh juga. Perasaan kok tidak lewat jalan protokol. Jalan yang dilewati pun semakin sempit dan masuk gang-gang. Ternyata keanehan itu terjawab. Si suporter itu tujuannya tidak menuju stadion, tapi menghampiri suporter lainnya di suatu rumah. Wih..wih..
            Walaupun kejadian yang kami alami seringnya konyol tapi tak pernah menyurutkan niatan kami untuk terus ‘berkarya’ (konyol) di dunia ini. Hidup itu untuk disyukuri, bukan untuk dieksplorasi. Kami tak tahu sampai kapan kami akan terus berpijak seperti ini. Yang penting, kami menikmati. Sudah banyak yang mengatakan kalau kami jauh dari normal, tapi kebanyakan yang mengatakan itu pada kami juga tidak normal. So, woles baelah..