JALAN DIATAS LAYANG-LAYANG
Hari
ini, lagu Netral tak berkumandang begitu lama. Tak begitu terdengar malahan.
Haha. Seperti salah satu tradegi puisi SCB. Representasi nyata dari kekurangan
makhluk hidup ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Hanya lagu Bang Iwan yang terdengar
begitu menderu, mengingatkan kembali memori beberapa tahun silam. Saat aku berjibaku
di mulut gawang penyamun.
Lagu yang hits gara-gara iklan yang sukses
meracuni otak temanku ini seolah mengilhami malam ini, selaras dengan Stand up Comedy
yang membuat perasaanku terengah-engah. Walau menjadi antiklimaks dari beberapa hari
lalu, sujud syukur tetap ku persembahkan kepadaMu. Setidaknya doa-doaku mulai
terlihat hasilnya. Thank’s God!
Hawa
panas bercuaca mulai akrab denganku, dengan sedikit sontekan manis di depan
gawang dunia menjadi tak selebar daun kelor. Telingaku memang tak sesensitif
Mozart namun anganku berani terkembang di atas jembatan layang. Kata-kata tak
wajar nan saklek membuka mata seorang
pejantan menggoda betina. Perlahan-lahan aku berlumur liur anjing. Pelan tapi
pasti, fenomena sosial yang jarang terjamah tangan makhlukMu kucoba pelajari.
Studi
di dunia ini tak berarti kita menghilangkan seluruh ikan di kolam yang telah
lama kita pelihara. Banyak dari mereka yang salah kaprah. Mencatut kamar-kamar
atasnama akademik di dalam rumah yang bermuatan tambang emas dan batu bara. Aku
tak mau seperti mereka, diterjang tipu daya yang nyata. Lupa akan kodrat kita
hidup di dunia. Tapi berpikir keras untuk menyiasati itu semua masih kalah
dengan program degradasi lemak dalam jasmaniku.
Dipenghujung
hari menjelang tahun baru yang akan kusandang banyak fenomena-fenomena berharga
yang dapat aku curi. Kecuekan yang sering muncul segera disulap menjadi sebuah
senjata yang memetikan untuk menghancurkan musuh terbesarku. Kencangnya angin
malam ini, tak membuatku terbangun dalam kesesatan yang abadi. Kakiku akan
terus melangkah di atas jalanku sendiri. Mengejar mimpi yang kemarin melayang.