Vacum is Power
Setelah
beberapa hari tertahan, akhirnya hari ini aku menari lagi. Cenderung horizontal
seperti biasanya. Malam masih menjadi teman yang setia. Helm biru yang
tergantung di vario putih menjadi saksi betapa nakalnya aku. Hahaha, sori
boss.. Kamu aku kerjain lagi.
Seorang
teman yang aku kerjain hari ini memang sudah menjadi ‘langgananku’. Kerap kali
menjadi bulan-bulananku. Di kampus, kos, sampai di rumahku. “Wih..wih..wih..sakit tenan kowe re!” Paling
hanya kalimat itu yang keluar dari mulut polosnya jika tahu akulah biang kerok
dari peristiwa-peristiwa konyolnya. Termasuk mungkin malam ini. Helmnya yang
tertinggal di kosku aku sembunyikan. Wkwkwk.
Sudah
banyak kejadian-kejadian konyol yang pernah kita lewati bersama. Pernah suatu
ketika kami berboncengan menuju Godean kemudian pulang dan terjebak hujan di
timur pasar Godean. Menjelang maghrib, hujan reda. Kami melanjutkan perjalanan
tiba-tiba motor yang kami tumpangi mati. Aku langsung mendakwa jika kerusakan
ada pada busi, lalu kami dorong ke bengkel terdekat yang jaraknya beberapa kilo.
Setelah diganti busi, tidak mau hidup juga. Tungkang bengkel itu lalu memeriksa
lagi seluruh bagian motor, dari mesin, karburator, filter sampai cdi. Usut
punya usut, motor kami mati hanya karena kehabisan bensin. Sakit.
Pernah
juga ketika kami berpetualangan di kota asal Pak Jokowi. Aku berusaha
mati-matian mencari alamat kontrakan teman SMPku. Karena baru pernah masuk kota
itu, kami lalu hanya sekadar spekulasi mencari jalan. Hari itu kebetulan ada pertandingan
di stadion Manahan. Banyak sekali pasoepati yang berkeliaran di jalan. Tanpa di
sadari kamipun malah tersesat di antara pemukiman warga. Aku lalu berpendapat
bagaiman jika kita mengikuti salah satu rombongan pasoepati agar bisa keluar ke
jalan protokol. Setelah mengikuti mereka, ternyata satu persatu memencar.
Akhirnya kami hanya mengikuti satu sepeda motor yang paling depan. Dengan
PeDenya kami ikuti terus, tapi lama kelamaan aneh juga. Perasaan kok tidak
lewat jalan protokol. Jalan yang dilewati pun semakin sempit dan masuk
gang-gang. Ternyata keanehan itu terjawab. Si suporter itu tujuannya tidak
menuju stadion, tapi menghampiri suporter lainnya di suatu rumah. Wih..wih..
Walaupun
kejadian yang kami alami seringnya konyol tapi tak pernah menyurutkan niatan
kami untuk terus ‘berkarya’ (konyol) di dunia ini. Hidup itu untuk disyukuri,
bukan untuk dieksplorasi. Kami tak tahu sampai kapan kami akan terus berpijak
seperti ini. Yang penting, kami menikmati. Sudah banyak yang mengatakan kalau
kami jauh dari normal, tapi kebanyakan yang mengatakan itu pada kami juga tidak
normal. So, woles baelah..