Selasa, 09 April 2013

Vacum is Power
            Setelah beberapa hari tertahan, akhirnya hari ini aku menari lagi. Cenderung horizontal seperti biasanya. Malam masih menjadi teman yang setia. Helm biru yang tergantung di vario putih menjadi saksi betapa nakalnya aku. Hahaha, sori boss.. Kamu aku kerjain lagi.
            Seorang teman yang aku kerjain hari ini memang sudah menjadi ‘langgananku’. Kerap kali menjadi bulan-bulananku. Di kampus, kos, sampai di rumahku. “Wih..wih..wih..sakit tenan kowe re!” Paling hanya kalimat itu yang keluar dari mulut polosnya jika tahu akulah biang kerok dari peristiwa-peristiwa konyolnya. Termasuk mungkin malam ini. Helmnya yang tertinggal di kosku aku sembunyikan. Wkwkwk.
            Sudah banyak kejadian-kejadian konyol yang pernah kita lewati bersama. Pernah suatu ketika kami berboncengan menuju Godean kemudian pulang dan terjebak hujan di timur pasar Godean. Menjelang maghrib, hujan reda. Kami melanjutkan perjalanan tiba-tiba motor yang kami tumpangi mati. Aku langsung mendakwa jika kerusakan ada pada busi, lalu kami dorong ke bengkel terdekat yang jaraknya beberapa kilo. Setelah diganti busi, tidak mau hidup juga. Tungkang bengkel itu lalu memeriksa lagi seluruh bagian motor, dari mesin, karburator, filter sampai cdi. Usut punya usut, motor kami mati hanya karena kehabisan bensin. Sakit.
            Pernah juga ketika kami berpetualangan di kota asal Pak Jokowi. Aku berusaha mati-matian mencari alamat kontrakan teman SMPku. Karena baru pernah masuk kota itu, kami lalu hanya sekadar spekulasi mencari jalan. Hari itu kebetulan ada pertandingan di stadion Manahan. Banyak sekali pasoepati yang berkeliaran di jalan. Tanpa di sadari kamipun malah tersesat di antara pemukiman warga. Aku lalu berpendapat bagaiman jika kita mengikuti salah satu rombongan pasoepati agar bisa keluar ke jalan protokol. Setelah mengikuti mereka, ternyata satu persatu memencar. Akhirnya kami hanya mengikuti satu sepeda motor yang paling depan. Dengan PeDenya kami ikuti terus, tapi lama kelamaan aneh juga. Perasaan kok tidak lewat jalan protokol. Jalan yang dilewati pun semakin sempit dan masuk gang-gang. Ternyata keanehan itu terjawab. Si suporter itu tujuannya tidak menuju stadion, tapi menghampiri suporter lainnya di suatu rumah. Wih..wih..
            Walaupun kejadian yang kami alami seringnya konyol tapi tak pernah menyurutkan niatan kami untuk terus ‘berkarya’ (konyol) di dunia ini. Hidup itu untuk disyukuri, bukan untuk dieksplorasi. Kami tak tahu sampai kapan kami akan terus berpijak seperti ini. Yang penting, kami menikmati. Sudah banyak yang mengatakan kalau kami jauh dari normal, tapi kebanyakan yang mengatakan itu pada kami juga tidak normal. So, woles baelah..