Rabu, 22 Mei 2013


DIAMBANG ?
Slow but sure, aku mulai terlarut dalam romansa yang disajikan media akhir-akhir ini. Sangat menekan naluri dan imajinasiku. Aku berusaha menempatkan diri pada posisi yang benar. Namun aku malah terkungkung dalam perenungan yang tiada henti. Bintang dan bulan menjadi saksi di setiap malam yang aku lewati, yang dengan setia menjawab jengkal demi jengkal pertanyaanku.
Sepintas aku merasa sebagai manusia telah tertipu oleh harum dan semerbaknya dunia, tanpa menyadari betapa busuk dan kotornya ia. Aku tidak sadar bahwa yang selama ini terlihat dan tercium hanyalah kepalsuan. Korupsi, kolusi, nepotisme, kemiskinan, kriminalitas, adalah sedikit contoh betapa impotennya negara ini. Tanpa sedikitpun menyingkirkan progres positif yang terjadi, relitanya bangunan yang terbangun adalah bangunan megah yang terbuat dari kertas. Bukan dari cor-coran! Nampak berkilau dari luar namun rapuh di dalamnya.
Suara rakyat, suara mahasiswa, dan suara kebenaran adalah angin. Sekuat-kuatnya mereka mengencangnya, jika angin bertiup kencang, robohlah bangunan itu. Teorinya memang mudah, namun pada praktiknya belum ada angin topan serupa bulan Mei tahun 1998.
Lantas aku semakin bertanya-tanya, kapankah kepalsuan itu terbongkar? Bintang dan bulan tak bisa menjawab. Kemana lagi aku harus bertanya? Seorang filusuf menjawab, “Jawabannya ada pada diri kalian masing-masing.”